Z
: “Aku mau jadi pilot!”
Y
: “Kalau aku mau jadi artis terkenal.”
A
: “Aku jadi apa ya... hmmm, guru aja deh.”
B
: “aku mau jualan aja ah kaya papa ku.”
Kurang lebih, seperti itu lah jawaban yang kita berikan ketika orang tua, sahabat, atau guru Sekolah Dasar kita menanyakan, “apa cita-cita kamu kalau sudah besar nanti?”. Jawaban yang terkesan spontan, dan hanya berlandaskan kekaguman kita akan sosok yang menjadi role model kita semasa kecil, kesukaan kita terhadap profesi tersebut, atau yang lebih parah, hanya sekadar “ikut-ikutan teman”.
Masa kecil adalah masa dimana imajinasi kita sebagai manusia masih sangat lah liar. Masa dimana kita masih bebas menentukan pilihan, mau menjadi apa kelak di masa depan. Semua orang berhak memiliki cita-cita menjadi seorang artis, PNS, arsitek, dokter, atau bahkan presiden. Akan tetapi, tidak semua orang pada akhirnya DAPAT dan MAU mengejar mimpi dan cita-cita masa kecilnya tersebut.
Orang tua. Ya, orang tua adalah bentuk kepanjangan tangan dari Allah SWT, dalam hal “menyutradarai” kehidupan kita sejak kecil, hingga beranjak dewasa. Tantowi Yahya, presenter senior Indonesia, pernah berujar di papan nama Perpustakaan Nasional Indonesia...
Ibu adalah perpustakaan pertama ku.Kalimat tersebut menggambarkan, betapa peran orang tua itu sangat penting dalam hal membentuk kepribadian dan masa depan anak-anaknya kelak.
3 Kelompok Karakter Orang Tua
Menurut opini penulis secara pribadi, sifat/karakter orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya untuk menggapai mimpi dan cita-cita di masa depan itu dapat terbagi ke dalam 3 kelompok. Hal ini terlepas dari keinginan semua orang tua di dunia yang ingin anak-anaknya kelak menjadi seseorang yang mapan dan sukses dunia akherat. Pasti, dong ! Tidak ada satupun Orang tua yang mau anak-anaknya terjerumus ke golongan orang-orang yang gagal.
Penulis akan memulai dari kelompok yang menurut penulis paling ideal, yaitu kelompok pertama. Kelompok pertama adalah kelompok orang tua yang dapat menjadi pihak pendukung atau penggerak minat anak. Orang tua yang termasuk ke dalam kelompok yang pertama ini adalah, mereka-mereka yang sangat mendukung apa yang diimpikan dan dicita-citakan oleh anak-anaknya, atau yang mendrive anak-anaknya untuk mengejar cita-cita yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Contoh kasus : 1) si anak suka dengan taekwondo, maka orang tua memasukkan anaknya ke klub taekwondo. 2) si anak masih bingung akan cita-citanya di masa depan, akan tetapi ia memiliki kelebihan dapat bermain gitar dengan lancar. Orang tua lalu memasukkan anaknya ke sekolah musik, agar kelak ia dapat bekerja sesuai dengan bidang yang ia sukai/minati.
Kelompok kedua adalah kelompok orang tua yang dapat menjadi pihak penentang atau penghambat. Orang tua yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah, mereka-mereka yang menghalangi si anak untuk menggapai mimpi dan cita-cita yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Mereka menyadari si anak memiliki passion apa dan ingin menjadi apa kelak di masa depan, akan tetapi mereka “menolak” untuk membiarkan si anak menjadi seperti apa yang mereka inginkan dengan berbagai macam alasan klise, “mau makan apa kamu nanti kalau jadi blablabla”, ”kerja gitu mana ada duitnya?”, ”kalau kamu kerja/kuliah disitu, negatif semua pergaulan anak-anaknya.”, dll.
Tipe orang tua seperti ini termasuk ke dalam golongan orang tua yang otoriter sekaligus realistis. Mereka berpikir anak-anaknya harus lah menjadi seseorang yang mapan (sukses dalam hal materi), agar dapat menghidupi diri dan keluarganya kelak. Mereka tentu tidak mau anak-anaknya terjerumus ke dalam “lembah hitam” atau gagal dalam mendapatkan kehidupan yang layak dan bahagia di masa depan. Contoh kasus : si anak passionate di bidang fotografi, tapi orang tuanya tidak setuju dengan minatnya tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak memberikan anaknya sarana berupa kamera dan segala aksesorisnya.
Kelompok terakhir atau kelompok ketiga, adalah kelompok orang tua yang menyerahkan segala keputusan terkait masa depan anaknya kepada si anak itu sendiri. Orang tua yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka-mereka yang letaknya berada diantara pihak pendukung atau penghambat mimpi si anak. Mereka tidak pernah menghalangi anak-anaknya untuk menyelami minat dan bakat yang sesuai dengan mimpi dan cita-citanya, akan tetapi mereka juga tidak pernah mendrive anak-anaknya untuk menjadi apa kelak di masa depan. Kelompok ini lah yang menurut anggapan penulis merupakan kelompok yang “berbahaya”.
Mengapa berbahaya?
Penulis mencoba mengutip pernyataan komedian, Komeng, saat sedang menjadi pembicara di program Indonesia Lawak Club, “semua manusia itu terlahir dengan skill/bakat 0%, lalu seiring berjalannya waktu, mereka mempelajari sesuatu yang kelak akan meningkatkan skill/bakat mereka, dari 0-100%”. Dari pernyataan diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwasannya di dunia ini tidak ada seorang pun yang dilahirkan dengan kemampuan yang spesial. Semuanya sama dan seragam. Yang membedakan adalah, apa pelajaran yang orang tua berikan, atau apa yang kita pelajari sepanjang kita hidup di masa kanak-kanak hingga dewasa.
Para pembimbing, dalam hal ini para orang tua, harus lah menjadi pihak yang mengawasi sekaligus mengarahkan minat dan bakat anak-anak, agar kelak ia tidak bingung terhadap mimpi dan cita-cita apa yang ingin mereka capai dewasa nanti. Mereka tidak boleh membiarkan si anak berkembang semaunya sendiri. Anak-anak belum banyak menguasai pengetahuan akan kerasnya kehidupan di masa depan. Pengalaman dan pengetahuan orang tua lah yang kelak dapat “menyelamatkan” si anak dari kegalauan akan masa depannya.
Untuk para pembaca yang sudah atau belum menyandang status “papa/mama”, jangan pernah abaikan skill yang tak kalah penting disamping tentunya skill ilmu pengetahuan/formal (hardskill), yaitu skill informal (softskill). Pelajaran itu bukan hanya soal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Sosial, tapi juga pelajaran-pelajaran yang bersifat informal, macam olahraga, kesenian dan berorganisasi. Sejak kecil, orang tua haruslah membekali anak-anaknya softskill yang mumpuni untuk menunjang hardskill yang telah mereka dapatkan selama duduk di bangku sekolah.
Tidak semua orang, pada akhinya, dapat menggapai mimpi dan cita-cita yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Akan tetapi, jauh lebih baik apabila kita, para/calon orang tua, telah “menyiapkan” buah hati kita sebuah pekerjaan/profesi di masa depan, dengan cara menuntun, membimbing, dan mengawasi passion mereka sejak dini. Akhir kata, semua tetaplah kembali kepada takdir Yang Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berencana, tapi Allah lah yang menentukan segalanya.
Oleh : Panji Pradana Putra
(Abang Kabupaten Bekasi 2014)
(Abang Kabupaten Bekasi 2014)